ORINEWS.id – Ketua Pelaksana Harian Dewan Pimpinan Pusat Corruption Investigation Committee (DPP CIC), Sulaiman Datu, mendesak Penjabat (Pj) Gubernur Aceh, Safrizal, untuk segera bertindak tegas dan mengembalikan Muhammad Syah ke posisi Direktur Utama (Dirut) Bank Aceh.
Desakan ini mencuat setelah kabar terbaru menyebutkan, Fadhil Ilyas yang saat ini menjabat Plt Dirut Bank Aceh gagal dalam uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) sebagai calon Dirut Bank milik rakyat Aceh tersebut.
Menurut Datu, kegagalan Fadhil Ilyas dalam proses tersebut bisa menjadi alasan utama bagi Panitia Khusus (Pansus) Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) untuk merekomendasikan pengembalian jabatan Muhammad Syah sebagai Dirut Bank Aceh. Tidak hanya itu, DPRA juga meminta Pj Gubernur Safrizal untuk mengembalikan Zulkarnaen ke posisi Direktur Operasional Bank Aceh.
“Sesuai regulasi yang berlaku terkait mekanisme pemberhentian pengurus bank, keputusan yang diambil Pj Gubernur Aceh sebelumnya, Bustami Hamzah, terlihat tanpa dasar yang jelas, baik dalam konteks UUPT maupun Peraturan OJK,” ujar Datu dalam keterangannya kepada orinews.id, Minggu (29/9/2024).
Berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 17 Tahun 2023 tentang Penerapan Tata Kelola bagi Bank Umum dalam Pasal 9 ayat 1 disebutkan setiap usulan penggantian dan/atau pengangkatan anggota Direksi kepada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) wajib memperhatikan rekomendasi komite yang menjalankan fungsi nominasi.
Kemudian, pada pasal 11 ayat 1 juga dijelaskan pemberhentian atau penggantian direktur utama dan/atau direktur yang membawahkan fungsi kepatuhan sebelum periode masa jabatan berakhir wajib mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari Otoritas Jasa Keuangan sebelum diputuskan dalam RUPS.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas pasal 106 ayat 1 Anggota Direksi dapat diberhentikan untuk sementara oleh dewan komisaris dengan menyebutkan alasannya.
Karena itu, Datu menilai pencopotan Muhammad Syah dan Zulkarnaen tersebut sewenang-wenang.
“Pencopotan ini terjadi karena kurangnya ketegasan dan konsistensi dari OJK dalam menjalankan aturan yang ada, baik dari negara UUPT maupun aturan mereka sendiri POJK. OJK seolah memilih berada di zona nyaman dan enggan terlibat dalam hiruk-pikuk krisis berkepanjangan di Bank Aceh,” lanjutnya.
Alih-alih mendorong kemajuan Bank Aceh, menurut Datu keputusan-keputusan tersebut justru menjadikan bank ini sebagai ajang pertarungan para pemegang kekuasaan di Aceh.
“Bank Aceh seharusnya fokus pada pengembangan dan peningkatan profesionalisme pengurusnya. Namun yang terjadi justru sebaliknya, karir dan masa depan dua orang, yang tidak bersalah dan tidak melakukan perbuatan tercela, dihancurkan,” tegasnya.
Ia juga mengingatkan bahwa keputusan Pj Gubernur Bustami Hamzah saat itu bisa berdampak negatif terhadap keberlanjutan Bank Aceh.
“Keputusan ini bukan hanya soal perebutan kekuasaan, tetapi bisa menjadi penghambat kemajuan Bank Aceh di masa depan,” tutup Datu.
Karena itu, DPP CIC berharap ada keadilan yang ditegakkan dan meminta semua pihak yang terlibat dalam permasalahan ini untuk bertanggung jawab.
“Semoga Allah SWT menunjukkan mana yang haq dan mana yang bathil. Tidak ada rumus untuk mencampur keduanya menjadi halal,” tutup Datu.[]