TERBARU

Ekonomi

Bappenas Dorong Ekonomi Hijau sebagai Solusi Pertumbuhan Berkelanjutan di Aceh

image_pdfimage_print

ORINEWS.id – Direktur Lingkungan Hidup Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Priyanto Rohmattullah, menegaskan pentingnya penerapan ekonomi hijau sebagai sumber pertumbuhan baru di Aceh dalam acara Aceh Economic Forum (AEF) yang berlangsung di Auditorium Teuku Umar, Bank Indonesia Aceh, pada Kamis (26/9/2024).

Forum yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia ini mengangkat tema “Peluang dan Tantangan Green Economy Sebagai New Source of Growth di Aceh” dan menjadi wadah penting untuk membahas isu strategis terkait ekonomi berkelanjutan.

ADVERTISEMENTS
PT PEMA - PELANTIKAN ANGGOTA DPRA

Priyanto menegaskan, ekonomi hijau telah menjadi salah satu tujuan utama Bappenas dalam upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang ramah lingkungan.

“Kami di Bappenas sudah lama menginginkan penerapan ekonomi hijau ini sebagai salah satu isu yang kita angkat untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan,” ujar Priyanto saat tampil sebagai narasumber pada acara tersebut.

ADVERTISEMENTS
DPRA - MAULID NABI MUHAMMAD SAW

Selain itu, Priyanto menjelaskan, kebijakan pembangunan nasional di sektor lingkungan hidup berangkat dari tiga masalah utama yang dikenal sebagai *Triple Planetary Crisis*: perubahan iklim, polusi & kerusakan lingkungan, dan hilangnya keanekaragaman hayati.

“Tiga masalah ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tapi di seluruh dunia,” katanya. Menurut data dari Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), sebanyak 50-75% populasi dunia berpotensi terdampak oleh perubahan iklim pada tahun 2100.

Ia juga menyoroti dampak polusi udara, yang berdasarkan data dari UNFCCC (2022), menyebabkan 4,2 juta kematian dini setiap tahunnya. Selain itu, hilangnya keanekaragaman hayati menjadi ancaman serius dengan sekitar satu juta spesies tumbuhan dan hewan menghadapi kepunahan (IPBES, 2019).

BACA JUGA
Turnamen Sepak Bola HUT PS Karya Utama Segera Digelar, Total Hadiah Rp60 Juta

“Perubahan iklim dan polusi yang tidak terkendali memperparah kerusakan lingkungan hidup kita,” tegas Priyanto.

Dampak Perubahan Iklim dan Kerentanan Ekonomi

Priyanto menyoroti dampak perubahan iklim secara global telah menyebabkan kerugian yang signifikan pada perekonomian dunia. Selama satu dekade terakhir, bencana alam seperti badai, kebakaran hutan, dan banjir menyebabkan kerugian sebesar 0,3% dari Produk Domestik Bruto (PDB) global setiap tahunnya (Swiss Re, 2022).

Lebih lanjut, ia menyebutkan skenario terburuk dari perubahan iklim dapat mengurangi hingga 18% PDB global pada tahun 2050 jika suhu bumi naik sebesar 3,2 derajat Celsius (Swiss Re, 2021).

Di Indonesia, bencana hidrometeorologi mendominasi 98-99% dari total kejadian bencana alam pada tahun 2021, dengan potensi kerugian ekonomi di empat sektor kunci (pesisir dan laut, air, pertanian, serta kesehatan) diperkirakan mencapai Rp544 triliun pada tahun 2020-2024.

Kebijakan Ketahanan Iklim dan Ekonomi Hijau

Dalam menghadapi tantangan ini, Priyanto menyampaikan, Bappenas telah merumuskan kebijakan pembangunan ketahanan iklim sebagai prioritas nasional untuk mengurangi potensi kerugian ekonomi hingga Rp281,9 triliun hingga tahun 2024.

Beberapa kebijakan tersebut meliputi pembangunan infrastruktur kelautan yang tangguh, pengelolaan sumber daya air yang lebih baik, serta modernisasi sektor pertanian dengan teknologi yang ramah iklim.

Priyanto juga menekankan pentingnya penerapan ekonomi hijau sebagai langkah untuk mencapai visi Indonesia 2045. “Ekonomi hijau adalah model pembangunan yang menyinergikan pertumbuhan ekonomi dengan pelestarian lingkungan,” katanya.

Melalui kebijakan yang tepat, ekonomi hijau diharapkan mampu mendorong pertumbuhan PDB Indonesia rata-rata sebesar 6,22% pada tahun 2025-2045 serta mencapai target *net zero emissions* (NZE) pada tahun 2060.

Bappenas juga memprioritaskan percepatan transisi energi, penerapan ekonomi sirkular dalam industri, pengelolaan hutan lestari, dan penciptaan tenaga kerja hijau sebagai strategi kunci dalam transformasi ekonomi hijau.

BACA JUGA
Inflasi Aceh Terendah Secara Nasional, Bank Indonesia: Ini Kinerja Terbaik

“Dengan langkah ini, kita berharap dapat mengurangi emisi karbon hingga 87-96 miliar ton CO2e pada tahun 2050,” ujar Priyanto.

UU RPJPN 2025-2045: Fokus pada Pertumbuhan Berkelanjutan

Sebagai penutup, Priyanto menyampaikan bahwa pekan lalu pemerintah telah mengesahkan Undang-Undang Nomor 59 Tahun 2024 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045. UU tersebut memasukkan berbagai isu lingkungan hidup sebagai pilar penting dalam pembangunan nasional, termasuk target intensitas emisi gas rumah kaca dan indeks kualitas lingkungan hidup sebagai indikator utama.

“Dengan kebijakan ini, pemerintah optimis bahwa Indonesia mampu mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan ramah lingkungan, dengan target peningkatan PDB hingga 7% per tahun,” pungkas Priyanto.

Acara AEF ini juga menghadirkan dua narasumber lainnya, yakni Econom Senior Departemen Kebijakan Makroprudensial Bank Indonesia, Anita Rishanty yang membahas terkait Peran Bank Indonesia dalam Keberlanjutan, dan Akademisi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Syiah Kuala (USK), Rustam Efendi yang memaparkan terkait Potensi Aceh dalam Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi Melalui Green Economy.

Turut hadir Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Aceh, Rony Widjarto, Perwakilan Kepala Bank Aceh Syariah, Perwakilan Kepala Bank Syariah Indonesia (BSI) Aceh, Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Aceh, Perwakilan Pemerintah Aceh, dan berbagai pihak terakit lainnya, termasuk akademisi, dan pengusaha.

Reporter: Wanda

Artikel Terkait

Load More Posts Loading...No more posts.