Dinyatakan TMS, Bustami: Ini Penzaliman, Saya akan Lawan!

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

ORINEWS.id – Pasangan bakal calon Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh, Bustami Hamzah dan Fadhil Rahmi merespon keras terhadap keputusan Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh yang memutuskan bahwa pasangan tersebut tidak memenuhi syarat (TMS) untuk ikut Pilkada 2024-2029.

Untuk itu, Bustami dan pasangannya Fadhil Rahmi akan melakukan perlawanan secara hukum, karena keputusan tersebut adalah bentuk penzaliman terhadap dirinya. Kata Bustami, keputusan KIP Aceh mengada-ngada, tidak obyektif, dan cenderung hanya menguntungkan pihak tertentu saja.

“Ini penzaliman bagi saya, karenanya saya akan melawan keputusan ini,” ungkap Bustami Hamzah yang didampingi bacalon wakilnya, Fadhil Rahmi, Minggu (22/09/2024).

Bentuk perlawanan yang akan dilakukan Om Bus dan Syech Fadhil—panggilan akrab kedua tokoh ini—adalah melaporkan keputusan KIP tersebut ke Panwaslih Aceh, menggugat ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN), melaporkan ke Komisi Pemilhan Umum (KPU) Pusat, dan melaporkan serta menggugat seluruh komisioner KIP Aceh ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) di Jakarta.

Calon tunggal

Bustami Hamzah menilai keputusan TMS yang dikeluarkan oleh KIP Aceh tersebut adalah bentuk penggiringan untuk menciptakan calon tunggal Cagub/Cawagub Aceh dalam Pilkada 2024 ini.

“Ini recana ‘busuk’ yang sengaja dilakukan oleh kelompok tertentu untuk membuat Pilgub Aceh hanya ada calon tunggal,” papar mantan Pj Gubernur Aceh ini.

Upaya penggiringan ke arah calon tunggal tersebut sudah dibuktikan saat hendak melakukan penandatangan kesepakatan MoU Helsinki 10 September 2024, tapi tidak diberi kesempatan oleh pimpinan DPRA. Alasannya, Bustami tidak membawa pasangannya ke gedung dewan.

“Saya tidak diizinkan melakukan tanda tangan karena tidak membawa pasangan saya, Tu Sop. Logikanya, bagaimana cara membawa orang yang sudah meninggal ke gedung dewan. Aneh bukan?” ujar Bustami sambil geleng-geleng kepala.

Dalam sidang paripurna tersebut juga disampaikan bahwa DPRA akan melaksanakan acara yang sama pada kesempatan yang lain kepada Paslon Bustami setelah Bustami mendapatkan calon Wakil Gubernur. Namun, hal itu tidak pernah dilakukan hingga sampai batas waktu yang ditetapkan.

Berkaca dari kasus itu, Bustami menilai bahwa cara-cara seperti itu adalah “kelas murahan”. Mereka telah menunjukkan praktek “menghalalkan” segala cara untuk mendapatkan kekuasaan.

“Sekarang, saya harus katakan bahwa saya hamba Allah yang tidak menyerah dan takut kepada siapapun, kecuali kepada Allah SWT. Insya Allah, Allah SWT bersama kita,” tutup Bustami. (*)