ORINEWS.id – Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) mendesak Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Aceh untuk segera melakukan audit investigasi terhadap pengadaan makanan atlet pada pelaksanaan Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI Aceh-Sumatera Utara 2024.
Desakan ini menyusul banyaknya keluhan terkait pelayanan konsumsi bagi para atlet, serta besarnya anggaran yang dialokasikan untuk pembelian makanan.
“Kita berharap dalam konteks ini BPKP Aceh untuk melakukan audit investigasi terhadap budget tersebut (konsumsi),” ujar Koordinator MaTA, Alfian, di Banda Aceh, seperti dikutip orinews.id dari laman harianaceh.co.id, Kamis (12/9/2024).
Alfian menjelaskan, berdasarkan data yang dimiliki, anggaran konsumsi PON Aceh-Sumut 2024 mencapai Rp42,37 miliar. Anggaran tersebut terbagi menjadi dua item, yakni Rp11,472 miliar untuk snack atlet dan Rp30,898 miliar lebih untuk makan utama (nasi) para atlet.
Dalam kontraknya, lanjut Alfian, jumlah nasi yang dipesan mencapai 607.035 kotak, dengan harga per kotaknya Rp50.900, sehingga total anggaran makan nasi atlet mencapai Rp30,898 miliar. Sementara itu, snack atlet juga dibeli sebanyak 607.035 item dengan harga per item Rp18.900, menghasilkan total anggaran Rp11,472 miliar.
Ia mengungkapkan, berdasarkan perhitungan mereka, terdapat indikasi adanya penggelembungan harga (mark up) dalam pengadaan konsumsi tersebut. Ia menduga, mark up tersebut telah terjadi sejak tahap perencanaan.
“Kalau kita lihat fakta di lapangan, ada potensi mark up harga, kita duga sudah terjadi sejak perencanaan,” jelasnya.
Ia juga menyoroti standar harga makanan di Aceh, di mana harga nasi biasanya berkisar Rp30.000 per kotak, sementara harga snack sekitar Rp10.000. Selain itu, banyak keluhan terkait nasi yang basi dan keterlambatan distribusinya kepada para atlet.
Kalau dari sisi satuan harga nasi dan snack, jelas sudah terjadi mark up di proses perencanaan, termasuk di kontrak sudah jelas kemahalan harganya, baik dari sisi pengadaan makanan maupun snack
“Kalau dari sisi satuan harga nasi dan snack, jelas terjadi mark up di proses perencanaan, termasuk harga dalam kontrak sudah jelas kemahalan, baik untuk makanan maupun snack,” tambah Alfian.
Alfian juga menegaskan, anggaran konsumsi yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) perlu diaudit secara menyeluruh. Audit tersebut tidak hanya untuk melihat potensi tindak pidana, tetapi juga untuk mengetahui apakah ada keterlibatan dana ini dalam kegiatan politik Pilkada, mengingat proses lelang dilakukan pada masa penjabat Gubernur Aceh sebelumnya.
Sistem tender juga menjadi sorotan, kata dia, karena dinilai aneh dengan dimasukkan ke dalam e-katalog, sehingga pemenang tender bisa langsung ditunjuk.
“Makanya, perusahaan pengadaannya itu ada di Jakarta, tetapi aktor-aktornya ada di Aceh,” pungkas Alfian.
Sebelumnya, Menteri Pemuda dan Olahraga, Dito Ariotedjo, juga telah menerima keluhan dari para atlet terkait pelayanan konsumsi selama pelaksanaan PON XXI Aceh-Sumatera Utara 2024. Menurutnya, isu konsumsi memang kerap muncul dalam setiap ajang olahraga, baik di tingkat nasional maupun internasional.
“Kemarin di Olimpiade Paris, ini (keluhan makanan) menjadi isu yang sangat besar juga. Bukannya kami membela, tapi ini harus diketahui seluruh orang. Bayangkan, kita ada 38 perwakilan provinsi dan itu sangat beragam. Satu provinsi juga banyak atletnya. Jadi, ini isu harus kita hadapi. Tapi, saya apresiasi apa yang dilakukan oleh PB PON dan khususnya Pemprov Aceh yang cepat menanggapinya,” ujar Dito. []