ORINEWS.id – Balai Arsip Statis dan Tsunami (BAST) Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) bersama dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melaksanakan kunjungan ke Gua Ek Leuntie di Aceh Besar untuk menelusuri jejak-jejak tsunami yang pernah melanda wilayah tersebut. Kunjungan ini berlangsung pada Rabu, 28 Agustus 2024, dan didampingi oleh Peneliti dari Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh, Prof. Nazli Ismail.
Dalam penjelasannya, Prof. Nazli Ismail menyatakan bahwa Gua Ek Leuntie menyimpan bukti penting bahwa Aceh pernah mengalami tsunami sebelum tahun 2004, tepatnya sekitar 7.400 tahun yang lalu.
“Di dalam gua ini terdapat lapisan-lapisan pasir bekas tsunami yang terjadi secara berulang,” ujarnya.
Pasir yang terbawa oleh gelombang tsunami masuk ke dalam gua dan tertinggal ketika air surut, menyebabkan terbentuknya lapisan endapan pasir yang berkelanjutan setiap kali tsunami terjadi.
Gua Ek Leuntie, yang terletak di Lhoong, Aceh Besar, berada tidak jauh dari tepi pantai. Nama gua ini berasal dari kelelawar yang hidup dan bertempat tinggal di dalamnya. Kelelawar ini memainkan peran penting dalam mengungkap sejarah tsunami masa lalu, dengan kotorannya yang memisahkan lapisan endapan pasir akibat tsunami, memberikan petunjuk penting tentang keberulangan bencana tersebut.
Selain menelusuri jejak tsunami di Aceh, kunjungan ke Gua Ek Leuntie juga bertujuan untuk mengumpulkan data kebencanaan yang akan diintegrasikan ke dalam Portal Literasi Sejarah Bencana yang dikembangkan oleh BNPB. Dalam upaya ini, BAST ANRI sebagai Pusat Studi Arsip Kebencanaan mendukung penuh pengumpulan data agar informasi sejarah bencana ini dapat diketahui secara lebih luas oleh publik.
Keberadaan Gua Ek Leuntie di masa kini menjadi pengingat akan fenomena tsunami yang pernah melanda Aceh dan menjadi sumber pembelajaran serta penelitian yang sangat berharga dalam bidang mitigasi bencana. Dengan mempelajari jejak-jejak tsunami masa lalu, diharapkan risiko dan dampak dari bencana serupa di masa depan dapat dikurangi secara signifikan.