Pangeran MBS Takut Dibunuh karena Upayakan Normalisasi dengan Israel
ORINEWS.id – Melalui sumber-sumber yang dekat dengan MBS, dikatakan bahwa Pangeran Arab itu memiliki niat untuk mencapai kesepakatan besar dengan AS dan Israel.
Rincian isi kesepakatan masih dirahasiakan tetapi mencakup jaminan perjanjian, bantuan untuk program nuklir sipil, dan investasi ekonomi di berbagai bidang seperti teknologi dari AS.
Sebagai gantinya Saudi harus bersedia melaksanakan normalisasi hubungan dengan Israel dan membatasi kerjasamanya dengan China.
Menurut sumber yang dikutip Politico pada Kamis (15/8/2024), meski menguntungkan Saudi, tetapi MBS tidak puas karena Israel menolak memasukkan pembentukan negara Palestina dalam kesepakatan mereka.
Menurut MBS, isu Palestina sangat penting di kalangan negara-negara Muslim di Timur Tengah. Dia merasa tidak yakin jika melanjutkan kesepakatan dengan AS dan Israel tanpa memasukkan hal tersebut.
Dia juga mengungkap ketakutannya tentang ancaman pembunuhan yang akan dia hadapi jika berurusan lebih dalam dengan Israel tanpa mendukung Palestina.
“Orang Saudi sangat peduli tentang ini, dan seluruh Timur Tengah sangat peduli tentang ini, dan masa jabatan saya sebagai penjaga tempat-tempat suci Islam tidak akan aman jika saya tidak mengatasi masalah keadilan yang paling mendesak di kawasan kita,” ujar MBS, seperti dikatakan sumber yang mendengar percakapan tersebut.
MBS takut nasibnya akan berakhir seperti Pemimpin Mesir Anwar Sadat yang dibunuh setelah mencapai kesepakatan damai dengan Israel.
Ancaman pembunuhan MBS semakin besar, terutama karena Perang Gaza telah meningkatkan kemarahan Arab terhadap Israel.
Seorang pejabat senior Saudi mengatakan, MBS percaya bahwa tanpa menyelesaikan masalah Palestina, negaranya pada akhirnya tidak akan mendapatkan keuntungan dari manfaat ekonomi, teknologi, dan militer yang seharusnya dari keseluruhan kesepakatan.
“Itu karena kita tidak akan memiliki keamanan dan stabilitas regional tanpa mengatasi masalah Palestina,” kata pejabat itu.
MBS disebut sebagai seorang otokrat yang telah menekan perbedaan pendapat Politik, tetapi ia masih peduli dengan opini publik.
Masalah Palestina khususnya sensitif karena hal itu merugikannya dengan warga Saudi yang lebih muda yang sebaliknya mendukung reformasi sosialnya dan memberikan benteng terhadap garis keras agama dan bangsawan yang menentangnya.
“Ia memiliki populasi yang sangat muda yang dalam banyak hal telah bersemangat, tergerak oleh konflik besar pertama antara Israel dan Palestina yang telah banyak mereka saksikan dalam hidup mereka. Tidak perlu berada di dalam kepalanya untuk memahami bahwa ini akan membebani dirinya,” kata seorang pejabat senior kedua pemerintahan Biden.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah bersumpah untuk tidak pernah mengizinkan pembentukan negara Palestina, seperti yang dilakukan oleh anggota sayap kanan dari koalisi pemerintahannya.
Masih belum jelas apakah strategi MBS dengan menekankan risiko yang diambilnya akan meyakinkan Netanyahu bahwa ia juga harus mengambil risiko.[]