ORINEWS.id – Di tengah euforia jelang upacara kemerdekaan di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, terselip persoalan besar yang belum kunjung diselesaikan oleh pemerintah. Kabarnya lahan seluas 2.086 hektare di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara masih bermasalah.
Eddi, salah seorang warga Desa Bumi Harapan, Kecamatan Sepaku, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur mengaku tanah milik keluarganya dan miliki warga lainnya belum sepenuhnya mendapat ganti rugi.
Menantu dari Pemangku adat Suku Balik, Maddan Jahiru ini mengaku, nominal ganti rugi yang ditawarkan pemerintah pun terbilang sedikit. Ia bercerita dahulu kala pernah ada perusahaan asal China yang menawarkan harga lebih besar dari pemerintah.
“Mending jual ke China saja ngeri, Rp200-Rp300 ribu per meter. Kalau pemerintah hanya Rp130 ribu,” ucapnya kepada Inilah.com, Rabu (14/8/2024).
Apa yang dituturkan Eddi diamini oleh Maddan Jahiru. Ia juga bercerita, lahan seluas 10 hektare miliknya terenggut tanpa adanya ganti rugi yang sesuai, masih ada beberapa yang belum dibayarkan. Adapun lahan milik Maddan, berdasarkan pemberitahuan dari Bappenas, masuk ke dalam zona kedua IKN.
“Saya memiliki tanah di Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) yang kena 3,5 hektar dan disebelahnya (kawasan KIPP) ada 4 hektaran yang kena. Ada dua hektaran itu di daerah Turen yang belum dibayar disitu semuanya” ujar Maddan kepada Inilah.com.
Ayah enam anak dan kakek delapan cucu itu pun menegaskan, pada dasarnya ia tidak menolak pembangunan IKN. Ia hanya tidak mendapatkan kejelasan informasi tentang rencana itu, terutama soal nilai ganti rugi lahan.
“Sudah saya coba urus ke Polres. Saya juga coba ikut urus dengan teman saya Gemma untuk ganti rugi, katanya enggak bisa lagi, katanya batas waktunya sudah habis. Selama ini kami menjadi kepala adat tidak pernah direspons pemerintah, tapi kami tunjukkan terus bahwa kepala adat itu ada,” ucap pria yang mengenakan baju koko berwarna cokelat itu.
Ia pun mengaku tak mampu untuk membawa perkara sengketa tanah ini ke jalur pengadilan. Keadilan untuk orang miskin pun tak ada. “Orang susah. Untuk jalur pengadilan? Pengadilan itu butuh uang banyak,” ucapnya.
Mata pria tua ini pun berkaca-kaca. Ia berharap tak digusur oleh pemerintah di kawasan Sepaku bila nantinya kawasan IKN diperluas. Kalau pun direlokasi, ia mengaku ragu bisa bertahan hidup.
“Kalau mau dipindahkan, mau kemana lagi, Ya Allah? Kita mau kemana dan kalau dipindahkan ujung hutan sana bisa apa? Karena kita orang tua. Terus pindah mau makan apa? Belum ada tentu ada buah, ada sawah di sana,” tuturnya dengan nada bergetar.
Sebelumnya, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Agus Harimurti Yudhoyono mengatakan, lahan seluas 2.086 hektare di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara masih bermasalah.
AHY menyebut, lahan itu masih dihuni oleh masyarakat setempat sehingga pemerintah perlu melakukan pembebasan lahan lewat sejumlah mekanisme, termasuk ganti rugi. Ia mengaku terus berkomunikasi dengan Wakil Menteri ATR/Wakil Kepala BPN Raja Juli Antoni yang juga menjabat sebagai Plt Wakil Kepala Otorita IKN.
“Kita juga berusaha untuk mempercepat. Yang saya tahu adalah masih ada beberapa yang perlu disesuaikan appraisal dengan masyarakat yang memang masih dicari titik temunya,” tutur AHY saat ditemui usai acara Peluncuran Geoportal Kebijakan Satu Peta 2.0 dan White Paper OMP Beyond 2024, serta Penyampaian Hasil Capaian PSN dan KEK di Ballroom The St Regis Jakarta, Kamis (18/7/2024).