Pelaku Bom Ikan di Pulo Aceh Diminta Segera Menyerahkan Diri
ORINEWS.ID, Banda Aceh – Kepala Pangkalan Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Lampulo, Sahono Budianto, menyerukan kepada para pelaku penangkapan ikan menggunakan bahan peledak (bom ikan) di perairan Pulo Aceh untuk segera menyerahkan diri.
Hal ini disampaikan dalam konferensi pers yang digelar di Pangkalan PSDKP Lampulo, Banda Aceh, Senin (29/7/2024).
Dalam kesempatan itu, Sahono mengungkapkan, pihaknya telah mengamankan dua unit kapal nelayan tanpa dokumen yang diduga melakukan penangkapan ikan menggunakan bahan peledak. Barang bukti berupa kompresor, selang, alat selam, dan jaring juga telah diamankan. Namun, empat pelaku berhasil melarikan diri.
“Kami juga meminta masyarakat yang mengetahui keberadaan pelaku untuk segera melaporkan ke Pangkalan PSDKP Lampulo atau melalui panglima laot,” tegas Sahono.
Ia menambahkan, sanksi tegas akan dikenakan kepada para pelaku sesuai dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Ancaman pidana untuk pelanggaran ini adalah enam tahun penjara dan denda hingga Rp1,2 miliar.
“Proses penyidikan akan dilakukan dan dilimpahkan ke jaksa hingga ke pengadilan,” ujarnya.
Selain itu, Sahono juga menjelaskan, sesuai ketentuan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), kapal-kapal hasil pengawasan yang pemiliknya tidak melapor dalam 30 hari akan dikategorikan sebagai barang hasil pengawasan.
“Kami umumkan sejak hari ini, jika dalam 30 hari tidak ada yang melaporkan dengan bukti kepemilikan yang sah, kapal tersebut dapat dimanfaatkan untuk nelayan, pendidikan, penelitian, atau kepentingan sosial lainnya,” jelasnya.
Sebelumnya, PSDKP Lampulo berhasil mengamankan dua kapal nelayan yang diduga menggunakan bahan peledak di perairan Pulo Aceh pada Jumat (26/7/2024). Tindakan ini merupakan respons atas perintah Direktur Jenderal PSDKP, Dr. Pung Nugroho Saksono, untuk meningkatkan pengawasan dan merespons cepat laporan masyarakat terkait dugaan pelanggaran kelautan dan perikanan.
“Kami bergerak cepat menindaklanjuti laporan masyarakat dan berhasil mengamankan dua kapal yang diduga akan menangkap ikan dengan cara merusak. Ini mencegah dampak penggunaan bahan peledak yang dapat merusak ekosistem perairan, khususnya terumbu karang,” ujar Sahono.
Menurutnya, kedua kapal yang diamankan adalah KM Tanpa Nama (GT 1) yang tidak memiliki dokumen.
“Kapal Pengawas Baramundi 01 mencoba mengejar, namun kapal tersebut melarikan diri masuk ke teluk dan menyandarkan kapal. Empat awak kapal melarikan diri ke atas bukit dengan membawa kantong plastik diduga berisi bahan peledak,” jelasnya.
Di lokasi teluk tersebut, terdapat satu kapal KM Tanpa Nama lain yang sudah bersandar dan ditinggal oleh awaknya. Pemeriksaan pada kedua kapal menemukan kompresor, sepatu katak, jaring rusak, serok ikan, dan wadah kantong ikan, namun belum ditemukan ikan hasil tangkapan. Hal ini mengindikasikan kuat bahwa kedua kapal akan melakukan penangkapan ikan menggunakan bom.
Kedua kapal tersebut kini dibawa ke dermaga Pangkalan PSDKP Lampulo untuk proses lebih lanjut. Sahono menegaskan, penggunaan bom dalam penangkapan ikan merupakan perbuatan yang merusak sumber daya kelautan dan perikanan serta melanggar Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Ancaman pidana untuk pelanggaran ini adalah enam tahun penjara dan denda hingga Rp1,2 miliar.
“Kami menghimbau masyarakat untuk menangkap ikan sesuai peraturan dan tidak dengan cara yang merusak, karena akan berdampak pada kelestarian sumber daya ikan dan lingkungannya,” kata Sahono.
Sementara itu, Panglima Laot Aceh, Miftahuddin Tjut Adek, turut menyampaikan dukungannya terhadap upaya PSDKP Lampulo.
“Saya mengapresiasi dan berterima kasih kepada PSDKP Lampulo yang telah menjaga kelestarian laut Aceh melalui penangkapan kapal bom ikan. Saya berharap pengawasan terus dilakukan,” ujarnya.
Miftahuddin juga meminta nelayan Aceh untuk patuh dalam memanfaatkan laut dan tidak melakukan kegiatan yang merusak sumber daya dan lingkungan laut, karena selain melanggar hukum, juga bertentangan dengan hukum adat dan agama di Aceh.
|Reporter: Khairil Akram
|Editor: Awan