ORINEWS.ID, Jakarta – Sebagai negara agraris, Indonesia telah lama dikenal dengan sejarah panjangnya dalam produksi dan konsumsi beras. Namun, meskipun memiliki potensi besar dalam sektor pertanian, Indonesia masih menghadapi tantangan serius terkait produksi beras domestik. Hal ini mengakibatkan negara harus mengimpor beras dari luar negeri, fenomena yang menimbulkan pertanyaan di kalangan masyarakat tentang perubahan dari masa lalu yang sukses swasembada beras menjadi ketergantungan impor saat ini.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), produksi beras di Indonesia mengalami penurunan signifikan sebesar 17,54% pada periode Januari-April 2024 dibandingkan dengan tahun sebelumnya, mencapai hanya 22,55 juta ton. Faktor-faktor seperti perubahan iklim, menyusutnya lahan pertanian, kondisi tanah yang memburuk, dan akses pengairan yang terbatas menjadi penyebab utama fluktuasi ini.
Prof. Dr. Bustanul Arifin dari Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (PERHEPI) menjelaskan, perubahan-perubahan ini sering kali menghambat pencapaian target produksi nasional. Dalam konteks ini, impor beras menjadi solusi yang diperlukan untuk menjaga stabilitas harga dan ketersediaan beras di pasar domestik.
“Adanya perubahan iklim, berkurangnya lahan pertanian dan penurunan faktor produksi lainnya seringkali menghambat pencapaian target produksi. Oleh karena itu, impor beras menjadi salah satu solusi untuk menjaga stabilitas harga dan ketersediaan beras di pasar,” ujar Prof Bustanul yang dikutip media ini, Jum’at (5/7/2024).
Konsumsi beras per kapita di Indonesia tergolong tinggi dibandingkan dengan negara lain. Pertumbuhan penduduk yang pesat dan peningkatan kesejahteraan masyarakat menyebabkan permintaan beras terus meningkat. Untuk mengatasi kesenjangan antara produksi dan konsumsi, impor beras diperlukan agar tidak terjadi kelangkaan yang dapat memicu kenaikan harga yang drastis.
Dalam mengatur impor beras, Perum BULOG telah menetapkan target untuk menyerap lebih dari 900 ribu ton beras tahun ini, melebihi target pemerintah. Direktur Utama Perum BULOG, Bayu Krishanmurti, menegaskan, proses impor dilakukan dengan mempertimbangkan biaya demurrage yang terkendali, menjaga agar biaya tidak lebih dari 3% dari nilai produk yang diimpor.
“Impor beras dilakukan secara bertahap, tetap mengutamakan penyerapan gabah dan beras dalam negeri serta memperhatikan neraca perberasan nasional yang ada. Target kami tahun ini adalah menyerap sebesar 900 ribu ton beras melebihi target pemerintah,” katanya.
Untuk mengatasi kesenjangan antara produksi dan konsumsi yang semakin melebar, impor beras tetap menjadi strategi yang diperlukan. Menurut Tito Pranolo, Pakar Pangan Indonesia, impor beras juga harus diimbangi dengan pengawasan ketat terhadap kualitas dan kuantitasnya.
“Sebenarnya tidak lengkap membahas demurrage tanpa membahas despatch juga. Despatch adalah bonus yang diberikan karena bongkar barang terjadi lebih cepat, tentunya keduanya pernah dialami oleh Perum BULOG sebagai operator pelaksana penerima mandat impor beras dari pemerintah dan selama ini Perum BULOG tidak pernah membebani masyarakat karenanya,” pungkasnya.
Berikut adalah alur impor beras yang berlaku di Indonesia saat ini:
1. Penentuan Kebutuhan Impor
Penentuan kebutuhan impor beras dilakukan melalui koordinasi antara berbagai lembaga pemerintah, termasuk Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, dan Badan Pangan Nasional. Analisis kebutuhan dilakukan berdasarkan data produksi dalam negeri, stok beras yang ada, serta proyeksi kebutuhan konsumsi masyarakat.
2. Regulasi dan Perizinan
Proses impor beras diatur oleh berbagai regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah. Perum BULOG sebagai badan usaha milik negara yang bertanggung jawab dalam stabilisasi harga dan ketersediaan pangan, ditugaskan untuk melaksanakan impor beras. Perizinan impor melibatkan Kementerian Perdagangan yang mengeluarkan izin berdasarkan rekomendasi dari Kementerian Pertanian dan instansi terkait lainnya.
3. Proses Pengadaan dan Pengiriman
Setelah mendapatkan izin, proses pengadaan beras dilakukan melalui tender internasional atau negosiasi langsung dengan negara produsen. Beras yang diimpor biasanya berasal dari negara-negara produsen utama seperti Thailand, Vietnam, Kamboja dan India. Proses pengiriman beras dilakukan dengan memastikan kualitas dan standar keamanan pangan. Namun sejak pandemic COVID-19, beberapa negara pengeskpor beras seperti India, tidak mengizinkan lagi ekspor beras dengan alasan utama untuk ketahanan pangan negaranya sendiri.
4. Distribusi dan Penyaluran
Beras yang telah diimpor kemudian didistribusikan melalui jaringan distribusi Perum BULOG yang mencakup pasar tradisional, modern retail, e-marketplace, maupun yang didukung oleh Perum BULOG sendiri, seperti BOSS Food dan Rumah Pangan Kita (RPK). Hal ini bertujuan untuk memastikan beras tersedia dengan harga yang terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat.
5. Pengawasan dan Kontrol
Pengawasan terhadap beras impor dilakukan secara ketat untuk memastikan tidak ada penyimpangan dalam kualitas dan kuantitas. Badan Pangan Nasional bekerja sama dengan instansi terkait lainnya, termasuk Badan Pengawas Keuangan (BPK) melakukan kontrol dan inspeksi rutin.
Impor beras adalah langkah strategis yang diambil oleh pemerintah untuk memastikan ketersediaan dan stabilitas harga beras di Indonesia. Faktor-faktor seperti fluktuasi produksi domestik, tingginya kebutuhan konsumsi, serta upaya menjaga cadangan pangan menjadi alasan utama di balik keputusan ini. Dengan pemahaman yang lebih baik mengenai alasan dan mekanisme impor beras, diharapkan masyarakat dapat mendukung kebijakan ini demi kesejahteraan bersama. []