Politik

Projo Gelar Diskusi “Poh Cakra Politik”, Menatap Pilkada Aceh 2024

image_pdfimage_print

ORINEWS.ID, Banda Aceh – Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Projo Aceh menggelar diskusi publik bertajuk “Poh Cakra Politik”. Diskusi ini bertujuan untuk menggali tantangan dan peluang dalam membangun masa depan Aceh menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Aceh 2024.

Advertisements
ad53

Taufik Muhammad, Ketua Projo Aceh, menegaskan kesiapannya untuk memperkuat komunikasi antara Aceh dan Jakarta melalui jalur yang dimiliki oleh Projo.

“Kami siap mengambil langkah untuk memperkuat komunikasi Aceh – Jakarta ke depan,” kata Taufik.

Diskusi yang dipandu oleh Juanda Djamal sebagai moderator ini, menghadirkan empat narasumber, yaitu Usman Lamreung, Ustad Masrul Aidi, Suraiya IT, dan Danil Akbar Taqwaddin. Mereka memberikan pandangan tentang sosok pemimpin yang dianggap tepat untuk Aceh di masa depan, di tengah berbagai masalah yang dihadapi saat ini.

Usman Lamreung, Pengamat Politik Aceh, mengkritik kepemimpinan saat ini yang dianggap “miskin gagasan” dan terlalu fokus pada popularitas semata. Menurutnya, pemimpin yang ideal adalah mereka yang mampu mewujudkan gagasan untuk kesejahteraan masyarakat, bukan hanya sekedar memenangkan popularitas.

“Aceh bukan tidak punya orang pintar, tetapi partai politik menutup peluang untuk orang selain dari kelompoknya. Hal ini berujung pada pengelolaan anggaran yang tidak beres. Bahkan, penempatan posisi dilingkungan pemerintahan bermasalah dan tidak lepas dari money politik,” ujarnya.

Menurut Usman Lamreung, alasan pemimpin Aceh miskin gagasan karena tidak mampu menerjemahkan kepentingan masyarakat, sehingga out-put penggunaan Dana Otonomi Khusus (Otsus) hanya berbasis menghabiskan anggaran, bukan out-put Program.

Dalam diskusi yang berlangsung selama hampir empat jam tersebut, Danil Akbar Taqwaddin, Sekretaris KNPI Aceh dan Dosen Ilmu Politik UIN Ar-Raniry, menyoroti beberapa nama yang muncul sebagai bakal calon Gubernur Aceh. Ia menekankan pentingnya aspek ketokohan dalam kontes politik dan mempertanyakan apakah figur-figur yang muncul saat ini memiliki gagasan yang kuat untuk Aceh.

“Dari aspek ketokohan, bacalon sudah mulai bermunculan, seperti Muzakir Manaf alias Mualem, Muhammad Nazar alias Bang Nazar, Prof. Abdullah Sanny, (Guru Besar ITB), M. Yunus A Wahab alias Tu Sop dan ada beberapa lainnya,” sebutnya.

“Ada 5 Aspek yang bisa menentukan kemenangan kontes politik, Toke, Tokoh, Tukang, Tentara, Tuhan. Sekarang siapa yang tidak kenal mualem? Aspek ketokohan-nya sangat muncul dan ini menjadi tantangan tersendiri dari bacalon lain-nya. Pertanyaannya apakah orang-orang sudah pasti memilih Mualem? Tidak, masih banyak aspek lain yang jadi penentu seperti saya sebutkan sebelumnya,” sambungnya.

Dr. Suraiya IT, Dosen Fakultas Aqidah dan Filsafat UIN Ar-raniry, menambahkan, ada delapan masalah utama yang harus menjadi perhatian calon pemimpin Aceh, termasuk narkoba, perdamaian, implementasi UUPA dan MoU Helsinki, ekonomi, pendidikan, politik, budaya, serta kebutuhan akan tim lobi yang kuat di tingkat nasional dan internasional.

“Aceh tidak perlu profesor/doktor untuk menjadi pemimpin, yang penting punya good will dan berani berkorban jiwa dan raga untuk membangun Aceh ke arah yang lebih baik. Dan juga harus punya bargaining power yang kuat dengan pemerintah pusat untuk menyelesaikan berbagai persoalan tersebut,” ujar Suraiya.

Diskusi ini dihadiri oleh 30 peserta dan berlangsung dengan pertukaran ide yang intens. Agam Nur Muhajir, ketua panitia, menyatakan, pembatasan jumlah peserta dilakukan untuk menjaga kualitas diskusi.

Menyikapi tantangan yang ada, Ustadz Masrul Aidi menekankan, pemimpin Aceh harus memiliki visi jangka panjang dan memahami tugas serta tanggung jawab mereka. Ia berharap Pilkada Aceh 2024 akan menjadi ajang kompetisi ide dan gagasan yang konstruktif untuk masa depan Aceh.

“Tidak ada pemimpin Aceh sekarang yang berfikir 20, 30 sampai 50 tahun ke depan. Rata-rata berfikir hanya sampai 5 tahun,” tegasnya.

Menurut Ustadz Masrul, pemimpin Aceh tidak paham dengan tugas mereka sendiri dan cenderung tidak tau apa yang ingin dan harus diperjuangkan.

“Kesimpulannya, mereka punya nafsu politik hanya untuk klimaks (puncak nafsu) dirinya sendiri. Lebih baik pilih saya dari pada mereka!,” ucapnya dan seketika forum yang tadi serius berubah ceria.

Diskusi Poh Cakra Politik ini diharapkan dapat memberikan wawasan bagi masyarakat Aceh dalam menentukan pilihan mereka di Pilkada Aceh 2024 mendatang. []

Artikel Terkait

Exit mobile version