Hari Lahir Laksamana Malahayati jadi Perayaan Internasional, Cucu Sultan Aceh: Terima Kasih UNESCO
Orinews.id|Banda Aceh – Cucu Sultan Aceh Darussalam yang juga pemimpin Darud Donya, Cut Putri, bersyukur dan berbahagia atas penetapan hari lahir Laksamana Keumalahayati sebagai hari perayaan Internasional oleh UNESCO, Sabtu, 2 Desember 2023.
Rakyat Aceh sangat bahagia karena salah satu pahlawan kebanggaan Aceh, hari kelahirannya telah diakui dunia internasional.
“Alhamdulillah, perjuangan untuk menjadikan hari lahir Laksamana Malahayati sebagai perayaan internasional akhirnya tercapai,” ujar Cut Putri dalam keterangannya, Sabtu.
“Ucapan terima kasih yang tulus ikhlas juga kepada sahabat baik Kerajaan Aceh yaitu Kerajaan Malaysia dan Negara Federasi Rusia, Thailand dan Togo, serta Turki yang telah mendukung penuh pengusulan hari lahir Laksamana Keumalahayati sebagai perayaan Internasional,” kata Cut Putri yang merupakan Cucu Sultan Jauharul Alam Syah Johan Berdaulat Zilullah Fil Alam, Sultan Aceh yang pernah bertahta megah di Istana Darud Donya Aceh.
“Dari Istana Darud Donya Aceh Kesultanan Aceh Darussalam, Laksamana Malahayati sebagai bagian dari Keluarga Kesultanan Aceh Darussalam, sejak dulu telah menunjukkan bahwa wanita Aceh dapat berdiri kuat dan berkarier sebagaimana seseorang pria, serta bangkit membela kehormatan negerinya, atau yang zaman sekarang dikenal dengan kesetaraan gender,” tegas Cut Putri.
“Peran penting Laksamana Malahayati telah menginspirasi dunia akan peran penting kaum wanita dalam menggerakkan dan membentuk peradaban dunia,” ujar Cut Putri.
Cut Putri menerangkan Laksamana Keumalahayati adalah contoh Laksamana Wanita pertama di dunia, yang bangkit membela kehormatan negerinya dengan kemampuannya mengalahkan kaum Portugis.
Dalam sejarah, Laksamana Keumalahayati lahir 1550 M putri dari Laksamana Mahmud Syah. Pada masa mudanya belajar di Ma’had Askery Baital Maqdis, atau Sekolah Perang yang didirikan para perwira Turki Utsmani. Dari sanalah Laksamana Keumalahayati kemudian membina kariernya di dunia militer dan melawan Portugis di Malaka.
Pada masa Sultan Alaiddin Riayat Syah Sayyidil Al Mukammil (1589-1604 M), Laksamana Keumalahayati menjadi Panglima Kaway Istana Darud Donya Aceh.
Keumalahayati kemudian diangkat menjadi Laksamana Wanita Pertama di Aceh dan di dunia. Dengan memiliki lebih 100 buah kapal yang berpusat di Kuta Inong Balee Krueng Raya, pasukan Laksamana Malahayati adalah pasukan yang paling ditakuti imperialis.
Laksamana Malahayati juga yang berhasil membunuh Jenderal Cornelis De Houtman.
“Dalam sejarah dunia, cuma Negara Aceh yang berhasil membunuh 7 Jenderal besar Belanda, yang membuat Belanda saat itu sangat terpukul dan malu di mata dunia,” ujar Cut Putri.
Sebelumnya Cornelis De Houtman telah membunuh Syahbandar Aceh yang tengah muhibah ke kapal Belanda. Laksamana Malahayati yang marah langsung membunuh Cornelis De Houtman dan menangkap semua orang Belanda awak kapal.
Cornelis de Houtman tewas di tangan Laksamana Malahayati, dibunuh di atas geladak kapal Belanda dengan perang tanding satu lawan satu, dalam pertempuran dengan pasukan Inong Balee yang dipimpin Malahayati pada 11 September 1599.
Adik Cornelis De Houtman yaitu Frederick De Houtman bersama seluruh awak kapal ditawan oleh Laksamana Malahayati.
Akibatnya Prints Maurits dari Belanda meminta belas kasihan pada Sultan Aceh, maka orang Belanda kemudian dibebaskan.
Akhirnya Aceh dan Belanda menjalin hubungan diplomatik yang baik, utusan Aceh bahkan datang ke Belanda, dan Negara Aceh menjadi negara yang pertama kali mengakui kemerdekaan Belanda dari Spanyol.
Laksamana Malahayati juga berperan penting dalam banyak hal di lingkungan Istana Darud Donya Kesultanan Aceh Darussalam.
Dalam Hikayat Aceh, yang kini sudah diakui UNESCO, pihak Portugis meminta Benteng Kuta Biram (Kuta Leubok) kepada Sultan Alaiddin Riayat Syah Sayyidil Al Mukammil. Namun sebelum itu dilakukan perlombaan kuda antara Perkasa Alam (Sultan Iskandar Muda) dan penunggang kuda dari Portugis.
Perkasa Alam kemudian memenangkan perlombaan berkuda dan dipuji oleh kakeknya yaitu Sultan Sayyidil Mukammil. Setelah itu pihak Portugis menyerahkan hadiah sangat banyak dan meminta agar diberikan Kuta Leubok dan Kuta Inong Balee benteng terkuat di Aceh.
Sultan Sayyidil Mukammil menolak mentah-mentah permintaan Portugis, dan mengatakan bahwa Kuta Leubok dan Kuta Inong Balee yang dijaga Laksamana Malahayati adalah benteng yang menjaga Kuala Aceh, utusan Portugis yang bernama Dong Dawis dan Dong Tumis kemudian kembali dengan tangan hampa dan malu.
Kuala Aceh yang dijaga Laksamana Malahayati adalah kuala Aceh yang sekarang terdapat di Gampong Pande Bandar Aceh Darussalam. Kawasan ini adalah pelabuhan besar yang sangat ramai dan termahsyur di dunia, merupakan pusat kapal masuk ke ibukota, di mana berdiri Istana Kuta Farushah Pindi Gampong Pande.
Kawasan Kuta Farushah Pindi sebagai Titik Nol Kesultanan Aceh Darussalam di Gampong Pande kini juga sedang diusulkan kepada UNESCO, agar ditetapkan sebagai Kota Tua Warisan Dunia, setelah Hikayat Aceh Sultan Iskandar Muda dan Hari Lahir Laksamana Keumalahayati.[*]