Orinews.id|Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah dalam sorotan publik. Ini karena ketuanya, Firli Bahuri, ditetapkan sebagai tersangka pemerasan mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL).
Firli dijerat dengan pasal berlapis berupa pemerasan dan penerimaan gratifikasi oleh Polda Metro Jaya. Kasus pemerasan yang diduga dilakukan Firli berkaitan dengan penanganan perkara dugaan korupsi SYL di Kementerian Pertanian.
Untuk diketahui, KPK didirikan berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Tahun 2002. Sementara cikal bakal lembaga independen ini bermula pada masa reformasi tahun 1999.
Pembentukan KPK ini tidak lepas dari banyaknya kasus korupsi di Indonesia. Maraknya korupsi sendiri sudah berlangsung cukup lama dan memiliki sejarah panjang, meski sudah ada lembaga penegak hukum seperti Polri dan Kejaksaan.
Sebagai lembaga pemberangus prakttik KKN, pimpinan di KPK mendapatkan sejumlah fasilitas gaji dan tunjangan yang besar. Setidaknya ada 5 orang di pucuk pimpinan KPK.
Saat ini KPK dipimpin Komjen (Pol) Firli Bahuri yang merupakan seorang perwira tinggi Polri aktif. Dia didampingi 4 wakilnya yakni Alexander Marwata, Nawawi Pomolango, Lili Pintauli Siregar (mengundurkan diri), dan Nurul Ghufron.
Posisi pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi selalu jadi rebutan banyak orang di setiap masa pergantian dengan seleksi yang sangat ketat.
Gaji Ketua KPK
Besaran gaji pimpinan KPK diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas PP Nomor 29 Tahun 2006 tentang Hak Keuangan, Kedudukan Protokol, dan Perlindungan Keamanan Pimpinan KPK.
“Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi diberikan penghasilan yang meliputi gaji pokok, tunjangan jabatan, dan tunjangan kehormatan setiap bulan,” bunyi Pasal 3 PP Nomor 82 Tahun 2015.
Setiap bulannya, Ketua KPK menerima gaji sebesar Rp 5.040.000. Sementara gaji masing-masing 4 wakilnya ditetapkan sebesar Rp 4.620.000.
Gaji yang diterima para pimpinan KPK ini sangat jomplang jika dibandingkan dengan besaran tunjangan setiap bulannya.
Untuk posisi Ketua KPK, rincian tunjangan yang diterima per bulan yakni tunjangan jabatan sebesar Rp 24.818.000, tunjangan kehormatan Rp 2.396.000.
Kemudian Ketua KPK setiap bulan juga mendapatkan tunjangan perumahan Rp 37.750.000, tunjangan transportasi Rp 29.546.000, tunjangan asuransi kesehatan dan jiwa Rp 16.325.000, dan tunjangan hari tua Rp 8.063.500.
Bila ditotal gaji pokok dan semua tunjangannya, maka total penghasilan yang diterima Firli Bahuri sebagai Ketua KPK dalam sebulan mencapai Rp 123.938.500.
Gaji Wakil Ketua KPK
Sementara itu untuk posisi Wakil Ketua KPK, tunjangan bulanannya yakni tunjangan jabatan Rp 20.475.000, tunjangan kehormatan Rp 2.134.000, tunjangan perumahan Rp 34.900.000, tunjangan transportasi Rp 27.330.000.
Lalu tunjangan asuransi kesehatan dan jiwa sebesar Rp 16.325.000, dan tunjangan hari tua Rp 6.807.250.
Untuk para Wakil Ketua KPK, total penghasilan yang diterima dalam sebulan yang meliputi dan gaji dan tunjangannya adalah sebesar Rp 112.591.250.
Beberapa waktu, pimpinan KPK sempat mengusulkan kenaikan gaji dan tunjangan sebesar Rp 300 juta dari nominal saat ini Rp 123,9 juta untuk Ketua KPK, dan Rp 112,5 untuk para Wakil Ketua KPK.
Usulan kenaikan gaji dan tunjangan pimpinan KPK diajukan melalui perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah No 29/2006 tentang Hak Keuangan, Kedudukan Protokol, dan Perlindungan Keamanan Pimpinan KPK.
Usulan kenaikan sebelumnya telah disampaikan oleh pimpinan KPK jilid IV pada 15 Juli 2019 kepada pemerintah melalui Kemenkumham.
Usulan kenaikan gaji tersebut dilakukan karena gaji dan tunjangan pimpinan KPK dianggap masih lebih kecil dibandingkan pimpinan di lembaga independen lainnya.
Dibandingkan KPN, lembaga seperti OJK dan BI memiliki gaji yang lebih baik, termasuk para pimpinan di bawahnya. Gaji direktur, deputi/sekretaris jenderal, apalagi komisioner di KPK masih ketinggalan dibandingkan lembaga lain.
KPK pernah meminta pihak eksternal mengkaji penghasilan pimpinan KPK agar lebih obyektif, termasuk melihat keseimbangan penghasilan dengan pejabat di instansi lain yang sejenis.
|Sumber: Kompas