Orinews.id|Aceh Besar – Peringatan Hari Santri Nasional (HSN) 2023 diisi dengan berbagai kegiatan oleh organisasi-organisasi keagamaan. Salah satunya adalah PW Fatayat NU Aceh yang menyelenggarakan diskusi publik dengan tema “Partisipasi Santri dalam Pemilu 2024” di Dayah Babul Maghfirah, Cot Keueng, Aceh Besar, Minggu (22/10/2023).
Acara ini bertujuan untuk memberikan pendidikan politik bagi santri, khususnya pemilih pemula, agar dapat memahami hak dan kewajiban mereka dalam pesta demokrasi tahun depan. Diskusi ini juga diharapkan dapat meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab santri sebagai warga negara yang memiliki peran penting dalam menentukan nasib bangsa.
Acara dibuka oleh Sekretaris PW Fatayat NU Aceh, Lia Nurhilaliah, yang mewakili Ketua PW Fatayat NU Aceh. Dalam sambutannya, ia mengatakan bahwa diskusi ini dilaksanakan bertepatan dengan tanggal 22 Oktober, yang merupakan momentum sejarah resolusi jihad Nahdlatul Ulama (NU) pada tahun 1945.
“Resolusi jihad NU adalah pernyataan sikap para ulama dan santri NU untuk berjuang mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari penjajah yang masih belum mau mengakui kedaulatan bangsa Indonesia. Semangat juang inilah yang harus senantiasa kita ingat bersama sebagai realisasi dari hubbul wathan (cinta tanah air), walaupun caranya berbeda dengan perjuangan masa dahulu,” ujarnya.
Lia juga menekankan bahwa tema HSN tahun ini, yaitu “Jihad Santri Jayakan Negeri”, memiliki makna dalam konteks pemilu 2024. Ia mengajak santri untuk berpartisipasi secara aktif dan cerdas dalam pemilu, dengan memilih pemimpin yang cocok, baik, dan amanah.
“Santri memiliki hak pilih dan diharapkan harus dapat menyalurkan hak-hak politiknya secara tepat dan baik guna terpilih pemimpin masa selanjutnya yang cocok, baik dan amanah,” katanya.
Sementara itu, Ustad Masrul Aidi selaku pimpinan Dayah Babul Maghfirah menyampaikan apresiasi atas kehadiran PW Fatayat NU bersama Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh dalam memberikan pengetahuan tentang pentingnya partisipasi politik santri. Ia berharap santri dapat memiliki pemahaman yang cukup untuk menyikapi dinamika sosial, kampanye, hingga memilih yang tepat pada pemilu 2024 nanti.
“Santri harus bisa menjadi contoh bagi masyarakat dalam berpolitik yang santun, bermartabat, dan beradab. Santri juga harus bisa menjadi agen perubahan yang positif bagi bangsa dan negara,” ujar Tgk. H. Masrul Aidi.
Dalam diskusi publik ini, hadir dua narasumber yang memberikan materi terkait partisipasi politik santri. Pertama adalah Muazzinah, pengurus Fatayat NU bidang Hukum, Politik, dan Advokasi. Ia menjelaskan bahwa ada dua jenis partisipasi politik, yaitu otonom dan dimobilisasi.
“Partisipasi politik otonom adalah partisipasi atas kesadaran sendiri. Partisipasi politik dimobilisasi adalah partisipasi akibat dorongan atau pengaruh faktor luar. Yang otonom muncul karena pemahaman yang utuh atas persepsi terhadap objek politik yang ada. Sebaliknya partisipasi yang bukan otonom muncul akibat dorongan sejumlah faktor dari luar diri pelaku politik tersebut dan biasanya mengabaikan konseptualisasi atas persepsi terhadap fenomena objek politik,” jelasnya.
Muazzinah juga mengingatkan santri untuk tidak mudah terpengaruh oleh isu-isu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya, seperti politik uang, isu sara, dan berita hoax.
“Santri harus bisa membedakan mana fakta dan mana opini. Santri juga harus bisa mengecek kebenaran informasi yang diterima dari berbagai sumber,” tuturnya.
Kedua adalah Ahmad Mirza Safwandy, komisioner KIP Aceh. Ia menjelaskan tujuan Pemilu memperkuat sistem ketatanegaraan yang demokratis, maka perlu dukungan semua pihak termasuk santri sebagai pemilih pemula.
Selain itu, Ahmad juga menjelaskan tentang mekanisme dan prosedur pemilu 2024, khususnya bagi santri yang merupakan pemilih pemula. Ia mengatakan bahwa santri harus mendaftar sebagai pemilih baik di tempat tinggal mereka saat ini ataupun di kampung halaman mereka.
“Jika santri mendaftar sebagai pemilih di tempat tinggal mereka saat ini, misalnya di dayah, maka mereka hanya bisa memilih presiden, DPD, dan DPR RI. Jika santri mendaftar sebagai pemilih di kampung halaman mereka, maka mereka bisa memilih semua tingkatan, yaitu presiden, DPD, DPR RI, DPRA, dan DPRK,” paparnya.[]