Science Film Festival 2023 Gaungkan Pentingnya Restorasi Ekosistem bagi Pelajar

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

Orinews.id|Jakarta – Science Film Festival kembali hadir di Indonesia untuk keempat belas kalinya. Kegiatan ini menyasar siswa-siswi SD sampai SMA di 70 kabupaten/kota secara hybrid mulai 21 Oktober hingga 30 November 2023. Festival yang diinisiasi oleh Goethe-Institut, untuk tahun ini mengusung tema “Agenda Dekade Restorasi Ekosistem dari PBB”.

Para siswa-siswi akan mengeksplorasi pentingnya perlindungan dan pemulihan ekosistem melalui pemutaran film-film internasional yang disertai berbagai eksperimen sains yang menyenangkan.

Staf Ahli Bidang Manajemen Talenta, Tatang Muttaqin, saat pembukaan mengatakan tema yang diangkat Science Film Festival kali ini tidak hanya merefleksikan panggilan untuk bertindak, tetapi juga menggambarkan tekad bersama dalam membangun masa depan yang berkelanjutan dan lestari bagi generasi mendatang.

“Teirma kasih kepada Goethe-Institut karena melalui kolaborasi ini kita bisa membuktikan bahwa interaksi antara lingkungan dan budaya bisa saling mendukung dalam melestarika lingkungan,“ ujarnya di Plaza Insan Berprestasi, Kantor Kemendikbudristek, Senayan, Jakarta, Sabtu (21/10).

“Penting bagi generasi muda untuk mengetahui dan menguasai sains bagi keberlangsungan lingkungan kita. Saya harap acara ini tidak hanya menyuguhkan film yang berkualitas dan menginspirasi imajinasi tentang sains namun juga bisa membuka pemikiran adik-adik bahwa sains itu menyenangkan,” ucapnya seraya mengajak para siswa untuk menyebarluaskan informasi tentang Science Film Festival kepada masyarakat luas melalui media sosial.

Menurut Tatang, kegiatan ini sejalan dengan program Presiden terkait manajemen talenta di bidang inovasi dan teknologi yang mendorong anak-anak untuk lebih banyak terlibat dalam kegiatan dan kompetisi sains baik secara nasional maupun internasional.

“Saya mengajak para pegiat lingkungan dan budaya untuk bersatu dalam tanggung jawab kolektif ini sehingga melalui Science Film Festival kita bisa merajut masa depan yang lebih baik bagi (perkembangan) sains, film maupun keberlangsungan umat manusia. Mari beraksi merawat bumi,” pungkasnya.

Festival tahun ini didukung oleh sejumlah mitra utama, yakni Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek); Kedutaan Besar Republik Federal Jerman; inisiatif “Sekolah: Mitra menuju Masa Depan” (PASCH); Bildungskooperation Deutsch (BKD); Rolls-Royce; Universitas Paramadina; Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya; Universitas Negeri Jakarta, dan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). Tak hanya itu, penyelenggaraan festival ini bekerja sama dengan lebih dari 300 mitra lokal, di antaranya mencakup sekolah, institusi pendidikan, pusat sains, komunitas, dan mitra media.

Science Film Festival di Indonesia akan memutar 18 film dari 12 negara, yakni Afrika Selatan, Amerika Serikat, Argentina, Brazil, Chile, Indonesia, Inggris, Jerman, Kazakhstan, Kolombia, Tanzania, dan Thailand. Film-film yang sudah dikurasi untuk Science Film Festival dijadwalkan diputar bergantian secara luring di sekolah-sekolah di Jabodetabek, Blitar, Surabaya, Belitung Timur, dan Medan, yang diikuti eksperimen sains. Sejumlah pusat sains di Jakarta, Bandung, Yogyakarta, serta Pontianak juga turut berpartisipasi menggelar pemutaran dan eksperimen sains secara luring.

Sementara itu, pemutaran film dan demonstrasi eksperimen sains akan berlangsung secara daring via platform Zoom bagi siswa-siswi di kota-kota selain yang disebutkan di atas, antara lain di Aceh, Arguni, Bintuni, Dolok Sanggul, Flores Timur, Jayapura, Kefamenanu, Pematang Siantar, Sidikalang, Sumbawa, Tobelo, Waikabubak, dan masih banyak lagi.

Pada tahun 2023, Science Film Festival menjadi mitra pendukung resmi agenda Dekade Restorasi Ekosistem dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Agenda tersebut mengacu kepada Tujuan Pembangunan Berkelanjutan periode 2021 hingga 2030, yang sekaligus merupakan tenggat pencapaian dan periode yang diyakini para ilmuwan sebagai jendela terakhir untuk mencegah perubahan iklim yang berpotensi membawa bencana. Restorasi ekosistem berarti membantu ekosistem yang rusak atau hancur untuk kembali pulih, sekaligus melestarikan ekosistem yang masih utuh.

Sementara itu, Direktur Goethe-Institut Wilayah Asia Tenggara, Australia, dan Selandia Baru, Dr. Stefan Dreyer, mengatakan bahwa Science Film Festival berkomitmen menyoroti pentingnya pertimbangan ekosistem dalam pengelolaan lahan, air, dan sumber daya hayati secara terpadu. Tak hanya itu, komitmen ini juga menggarisbawahi kebutuhan mendesak untuk meningkatkan upaya mengatasi penggurunan, degradasi lahan, erosi dan kekeringan, kehilangan keanekaragaman hayati, dan kelangkaan air.

“Hal-hal ini dipandang sebagai tantangan lingkungan, ekonomi, dan sosial dalam pembangunan berkelanjutan global. Dengan menghadirkan film dari berbagai belahan dunia dengan topik-topik ilmiah untuk penonton muda, kami berharap dapat menumbuhkan kreativitas serta semangat pemuda bereksplorasi dan mencintai sains,“ katanya.

Duta Besar Republik Federal Jerman untuk Indonesia, ASEAN, dan Timor Leste, Ina Lepel, menyatakan bahwa melalui sains, masyarakat akan semakin paham tentang pentingnya ekosistem yang sehat bagi kehidupan manusia, upaya mengatasi perubahan iklim, dan pelestarian keanekaragaman hayati.

“Tak diragukan lagi, kemajuan di bidang sains akan memainkan peran yang sama pentingnya dalam rangka menemukan solusi bagi tantangan yang kita hadapi,“ pungkasnya.

Saat pembukaan Science Film Festival 2023 berlangsung di Plaza Insan Berprestasi, Kemendikbudristek, Jakarta, lebih dari 200 pelajar menyaksikan film animasi Indonesia berjudul Sang Penerang Desa. Film ini bercerita tentang pengalaman Puni tinggal di desa dan menemukan inspirasi untuk membawa perubahan di desa-desa Indonesia dengan membangun pembangkit listrik tenaga mikrohidro. Selain itu, para siswa-siswi juga menonton Checker Tobi: The Waste Check, film asal Jerman yang mengajak penontonnya melihat bagaimana sampah kemasan berbahan plastik dapat diolah menjadi sesuatu yang baru.

Setelah menyaksikan kedua film, sejumlah siswa berpartisipasi dalam eksperimen sains bernama “Gas Karbondioksida“. Para siswa menerima tantangan untuk meniup balon serta memadamkan api dengan menggunakan gas karbondioksida, hanya dengan menggunakan asam cuka dan baking soda.

Sejak diluncurkan di Thailand pada tahun 2005, Science Film Festival konsisten mempromosikan literasi sains kepada pemuda di Asia Tenggara, Asia Selatan, Afrika, Amerika Latin, dan Timur Tengah melalui komunikasi berbasis pengetahuan yang menghibur. Science Film Festival diperkenalkan dan diadakan di Indonesia pada tahun 2010 seiring dengan upaya ekspansi regional festival pada masa itu.

Seiring berjalannya waktu, festival ini menjadi bukti sebuah inisiasi besar di dunia yang melibatkan sekitar 700 ribu penonton di lebih dari 20 negara selama edisi tahun 2022, termasuk 66.533 penonton di Indonesia. Festival tahun ini diselenggarakan secara internasional di 21 negara sejak 1 Oktober s.d. 20 Desember 2023.