Bayar Denda Rp575 Juta, Kasus Penangkapan Rokok Ilegal di Aceh Tamiang Dihentikan

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

Orinews.id|Banda Aceh – Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) Provinsi Aceh menghentikan proses penelitian kasus penangkapan rokok ilegal di Kabupaten Aceh Tamiang sebanyak 27 karton dengan nilai mencapai Rp191,7 juta beberapa waktu lalu dengan menerapkan prinsip ultimun remidium.

Kepala Seksi Penindakan I Kantor Wilayah DJBC Aceh, Eko Novrizal yang dikonfirmasi Wartawan beberapa waktu lalu di kantor DJBC Provinsi Aceh mengatakan penindakan kasus penangkapan rokok ilegal di Aceh Tamiang dengan barang bukti 27 karton rokok ilegal dan dua orang pelaku yakni RF dan AS diselesaikan telah menerapkan prinsip ultimum remidium. Dengan prinsip ini, pelanggar cukai akan dikenakan denda sebesar tiga kali nilai cukai yang harus dibayar dan barang yang diduga sebagai pelanggaran akan menjadi milik negara.

Dari hasil penelitian terhadap dua orang yang diamankan yakni RF dan AS diketahui barang yang dibawa itu adalah rokok ilegal yang tidak dilengkapi pita cukai dan itu melanggar UU Nomor 39 tahun 2007 tentang perubahan atas UU Nomor 11 tahun 1995 tentang cukai.

“Setelah dilakukan penelitian, dua orang itu bersalah dan berdasarkan Pasal 13 ayat (3) huruf d Peraturan Menteri Keuangan Nomor 237 Tahun 2022 bahwa penyelesaian pelanggaran cukai itu bisa diselesaikan dengan membayar denda cukai sebanyak tiga kali lipat. Pelaku mengajukan permohonan penghentian penyeledikan dan bersedia membayar denda sebanyak tiga kali lipat dari nilai Rp 191,7 Juta yaitu sebesar Rp 575.100.000 dan sudah disetor ke kas negara,” ungkap Eko Novrizal yang didampinggi staf humas BC Kanwil Aceh, Femi dan Ulil.

Eko menjelaskan setelah dilakukan penyetoran terhadap dua pelaku di lepas dan mobil di bawa kembali ke Pekan Baru. Sedangkan untuk barang rokok ilegal ditetapkan sebagai barang dikuasai negara dan saat ini rokok ilegal itu belum dimusnahkan.

“Saat ini rokok ilegal itu dikumpulkan dulu nanti pada saatnya akan di musnahkan pada program kerja pemusnahan oleh DJBC Aceh,” jelasnya.

Eko menambahkan penyetoran itu dilakukan 1×24 jam dari hasil pemeriksaan dan penyetoran itu dilakukan beberapa kali dan terakhir dilakukan penyetoran pada tanggal 12 September 2023 ke kas negara.

“Sesuai PMK Nomor 237 tahun 2022 penyetoran dilakukan 1×24 jam dari hasil pemeriksaan. Penyetoran dilakukan ke rekening penampungan kantor BC Pusat terus di billing dari kantor BC Banda Aceh ke kas negara,” ujarnya.

Menurut Eko, langkah ultimum remidium diambil sebagai bentuk alternatif penyelesaian perkara dengan mengupayakan sanksi pidana sebagai upaya terakhir dalam penegakan hukum.

“Dengan penerapan prinsip ultimum remidium ini, diharapkan pelaku memperoleh efek jera sehingga dapat mengurangi peredaran rokok ilegal di Aceh,” ujarnya.

Namun, Eko, tegaskan bahwa pihak Kanwil Bea Cukai Aceh tetap melakukan penelitian terhadap kasus yang di Aceh Tamiang ini.

“Pihaknya terus melakukan pengembangan terhadap kasus ini dan akan menangkap aktor intelektual dan kasus ini tidak berhenti hanya di RF dan AS,” ujarnya.

Sebelumnya diberitakan, Tim Bea Cukai Aceh berhasil menggagalkan peredaran rokok ilegal sebanyak 27 karton dengan nilai mencapai Rp191,7 juta di wilayah Aceh Tamiang. Operasi penindakan ini juga menghasilkan penangkapan dua orang yang membawa rokok ilegal tersebut.

Kabid Fasilitas Kepabeanan dan Cukai Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea Cukai Provinsi Aceh, Leni Rahmasari yang dikonfirmasi Wartawan via WhatsApp, Minggu (10/9/2023) mengatakan, bahwa tim Bea Cukai Aceh telah berhasil menggagalkan upaya peredaran rokok ilegal yang dapat merugikan negara.

“Kedua orang tersebut yakni berinisial RF dan AS. Keduanya kini masih dalam pemeriksaan lebih lanjut. Total rokok ilegal yang mereka bawa mencapai 27 karton dengan nilai Rp191,7 juta,” katanya. []