Orinews.id|Kota Jantho – Dalam rangka meninjau kesiapan kegiatan Indonesiana tahun 2023 di Kabupaten Aceh Besar, Kementrian Pendidikan, Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbidrstek) RI melalui Direktorat Pemajuan Tenaga dan Lembaga Kebudayaan (PTLK) bersama Pemkab Aceh Besar yang diwakili oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud), Diskominfo dan Dispora melakukan diskusi dengan komunitas seni dan budaya, Balai Pelestarian Kebudayaan, Majelis Adat Aceh Besar serta Dewan Kesenian Aceh Besar, di Aula Dekranasda Aceh Besar, Gampong Gani, Kecamatan Ingin Jaya, Kamis (22/6/2023).
Plt Kadisdikbud Aceh Besar, Agus Jumaidi, SPd, MPd, mengatakan, diskusi ini terkait lokakarya penguatan manajemen penyelanggaraan event. Karena menurut Agus, dewasa ini tidak mungkin penyelenggara kegiatan tidak memiliki sebuah manajemen event yang bagus.
“Tanpa manajemen event yang diselenggarakan tentu saja tidak bisa maksimal, itulah pentingnya manajemen event,” katanya.
Agus menyampaikan, jika lokakarya itu mendorong pelaku seni budaya itu lebih memahami bagaimana penyelenggaraan event secara maksimal.
“Dan ini penting, sebagai langkah mengembangkan seni budaya melalui festival-festival yang akan dilaksanakan, itu sebabnya lokakarya ini harus diikuti dengan baik, kami juga akan mendukung penuh program ini, agar budaya yang kita miliki tidak hilang ditelan zaman,” jelas Agus.
Menurut Agus, komunitas seni dan budaya harus memiliki konten kreatif dan inovatif, sebagai media promosi karya atau kerja nyata kesenian yang dibangun.
“Itu sebabnya promosi melalui platform digital itu penting, sebagai wujud eksistensi komunitas itu sendiri, karena di era 4.0 ini semuanya serba digital,” ucap Agus.
Sementara itu Tim dari Direktorat Jenderal Budaya (Ditjenbud) Pembinaan Tenaga dan Lembaga Kebudayaan, Iskandar Eko mengatakan, platform Indonesiana merupakan model kemitraan antara pemerintah, dalam hal ini pemerintah pusat (yang direpresentasikan oleh inisiatif Kemendikbud) dan pemerintah daerah (yang direpresentasikan oleh pihak dinas bernomenklatur kebudayaan), beserta warga (yang diamanati menjadi pelaksana kegiatan budaya).
“Kebudayaan adalah milik warga. Pemerintah sebagai penyelenggara negara, berkedudukan sebagai fasilitator yang memungkinkan kebudayaan milik warga tersebut bisa berkembang dengan baik,” ungkapnya.
Ia juga mengatakan, hasil diskusi sebelumnya, Aceh Besar memiliki satu budaya yang harus dilestarikan secara bersama, yaitu seni tari Likok Pulo, yang asalnya dari ujung pesisir Aceh Besara yaitu Pulo Aceh.
“Hasil diskusi awal, kita sepakat untuk melestarikan, dengan langkah perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan tarian Likok Pulo,” katanya.
“Untuk perlindungan, maka akan selenggarakan workshop atau seminar terkait Likok Pulo, sedangkan pengembangannya akan kita selenggarakan festival tari Likok Pulo kreasi untuk murid SMP di Aceh Besar,” sambung Iskandar.
Sementara pemanfaatannya, akan diselenggarakan tari Likok Pulo massal di Kota Jantho, oleh sekolah yang mengikuti festival sebelumnya.
“Dapat dibayangkan, jika di Aceh Besar ada 80 sekolah dari setiap sekolah 10 orang maka akan ada 800 orang penari, tentu ini akan menjadi langkah efektif untuk melestarikan Likok Pulo,” pungkasnya.
Kemudian Dede Pramayoza yang juga tim dari Kemendikbudristek mengapresiasi atas pertemuan pada hari ini dan mengharapkan kepada Dinas dan komunitas untuk saling kolaborasi mensukseskan Indonesiana di Aceh Besar.
Menurutnya program Indonesiana ini sudah digagas dari tahun 2018 dan rencana dilaksanakan pada 2019 namun telah terjadi Covid 19 sehingga tidak dapat dilaksanakan.
“Kegiatan Indonesiana ini dapat menjadi peluang Aceh Besar untuk meningkatkan publikasi dan dikenalnya objek pemajuan kebudayaan sehingga dapat menjadi tempat seniman dan budayawaan serta stakeholder lainnya untuk berkreasi, “tutupnya.
Acara tersebut turut dihadiri Kadis Infokom Aceh Besar, Abu Bakar SAg, Sekdisdikbud Aceh Besar, Fahrurrazi SE, Kabid Kebudayaan, Cut Jarita Susanti SPd, MAA, DKAB dan para komunitas seni budaya.