Orinews.id|Jakarta – Direktorat Kriminal Khusus (Ditkrimsus) Polda Metro Jaya mengungkap kasus peredaran obat tanpa izin dan suplemen palsu yang telah beroperasi sejak Maret 2021 hingga Mei 2023. Dari tindak pidana itu, pelaku mendapat keuntungan sekitar Rp130,4 miliar.
Dirkrimsus Polda Metro Jaya, Kombes Pol Auliansyah Lubis, menyebutkan pengungkapan kasus tersebut berdasarkan empat laporan yang diterima polisi.
“Pertama, memperdagangkan produk atau obat suplemen untuk pencernaan anak dengan merek Interlac secara online di Tokopedia dengan akun ‘Geraikita99’ dan Lazada dengan akun ‘Dominoshop96’,“ katanya, di Mapolda Metro Jaya, Rabu (31/5/2023).
Auliansyah menyebut, modus operandi kedua yakni para tersangka memperdagangkan obat-obatan daftar ‘G’ (obat keras) yang diduga tidak memiliki izin edar secara satuan dan tanpa resep dokter.
“Yang ketiga memperdagangkan atau mendistribusikan obat untuk sakit asma merek ‘Ventolin Inhaler’ diduga tanpa izin edar, ” ujarnya.
Auliansyah menyebutkan, pihaknya telah menetapkan lima tersangka dalam kasus ini. Mereka di antaranya IB (31), I (32), FS (28), FZ (19), dan S (62).
“Status para tersangka untuk sementara ini adalah sebagai pengedar, belum bisa kita katakan sebagai pembuat atau produsen, ” ucapnya.
Dalam perkara ini pula, polisi mengamankan total barang bukti sebanyak 77.061 butir obat. Perinciannya, 366 botol obat cair merek Interlac dan Ventolin inhaler, kemudian 74.515 butir obat dengan berbagai merek, 2.180 obat salep dengan berbagai merek Baycuten N dan Dermovate.
Lebih lanjut, dia menyebutkan keuntungan para tersangka memperdagangkan obat tanpa izin tersebut sejak Maret 2021 hingga Mei 2023 mencapai ratusan miliar rupiah.
“Hasil pemeriksaan kami dari bulan Maret 2021 sampai dengan kemarin bulan Mei 2023 diduga bernilai lebih kurang Rp130,4 miliar, ” ucap Auliansyah.
Akibat perbuatannya, kelima tersangka dijerat dengan pasal berlapis yakni Pasal 60 angka 10 juncto angka 4 terkait Pasal 197 juncto Pasal 106 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta kerja atas perubahan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dengan ancaman maksimal 15 tahun penjara.
Lalu juga pengenaan Pasal 62 ayat (1) juncto Pasal 8 ayat (1) huruf a dan atau ayat (2) dan 3 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dengan ancaman maksimal 5 tahun penjara.
Serta penerapan Pasal 102 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis ancaman maksimal 5 tahun penjara dan denda hingga Rp2 miliar.
|Sumber: iNews.id