DPRA Minta Menteri ATR/BPN Hentikan Semua Proses Izin Perpanjangan HGU di Aceh

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

Orinews.id|Banda Aceh – Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) meminta agar Menteri Agraria dan Tata Ruang/BPN tidak melanjutkan semua proses perizinan Hak Guna Usaha (HGU) Perkebunan di Aceh, termasuk perpanjangan HGU PT Perkebunan Nusantara I (PTPN I), sampai polemik regulasi tentang Pertanahan Aceh dan Qanun Aceh tentang Pertanahan Aceh selesai.

Hal ini disampaikan oleh Ketua Banleg DPRA, Mawardi SE dalam rapat koordinasi mengenai perpanjangan HGU PT Perkebunan Nusantara I.

Dalam pertemuan tersebut, turut hadir pimpinan DPR Aceh, pimpinan Komisi I, II, dan III DPR Aceh, Ketua Banleg, Pimpinan Pansus Perizinan, Migas, Minerba, dan Energi Aceh, serta perwakilan dari BPN Kanwil Aceh, Distanbun Aceh, Disnak, Biro Pemerintahan, dan Biro Hukum.

Mawardi yang juga dikenal sebagai Tgk Adek ini menambahkan bahwa semua perizinan HGU perlu dievaluasi. Dia mengutip masalah seperti status tanah di dalam wilayah perkampungan dan tanah adat, serta kurangnya manfaat keuangan untuk Aceh dan Kabupaten/Kota.

Dia juga menunjukkan Undang-Undang Agraria menetapkan bahwa setiap perpanjangan HGU harus dikeluarkan ketika sudah ada perkampungan yang terbentuk, fasilitas umum, dan dihuni oleh masyarakat, seperti yang terjadi dengan PTPN I Cot Girek.

Selanjutnya, Tgk Adek meminta agar regulasi disesuaikan agar lebih sesuai. Pemerintah harus mentransfer kewenangannya dan melibatkan transfer perangkat sehingga menjadi BPA.

“Sebenarnya, Pemerintah Aceh memiliki wewenang untuk mengatur segala pertanahan di wilayahnya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No.11/2006. Namun, karena polemik regulasi atas pertanahan masih belum selesai, kita perlu menanganinya,” sambung Tgk Adek.

Pertemuan tersebut juga merekomendasikan bahwa Pemerintah Aceh membentuk tim studi untuk menangani masalah HGU dan berkoordinasi dengan BPN Aceh.

“Itulah sebabnya kami menuntut komitmen dari Menteri ATR/BPN untuk mengutamakan Undang-Undang No.11/2006 tentang Pemerintahan Aceh terkait perizinan HGU Perkebunan di Aceh. Begitu pula dengan ketentuan pengelolaan sumber daya alam Aceh lainnya, Menteri ESDM, Menteri Investasi, dan BKPM juga harus mengutamakan izin pertambangan dan Migas,” tegasnya.

Di akhir penjelasannya, Ketua Banleg Aceh menyampaikan bahwa Ketua DPRA, Saiful Bahri sesaat setelah selesai rapat koordinasi tersebut, langsung memerintahkan Sekretariat Dewan DPR Aceh untuk menyiapkan surat resmi yang akan dikirimkan langsung kepada Presiden Republik Indonesia, Menteri ATR/BPN, Menteri Dalam Negeri, dan Kepala Kanwil BPN Aceh setelah rapat koordinasi. Surat tersebut memuat rekomendasi DPR Aceh mengenai status perizinan HGU Perkebunan di Aceh.

“Dalam hal ini, kami sangat mengapresiasi komitmen Presiden Republik Indonesia dalam menjalankan Undang-Undang No.11/2006 karena undang-undang ini mempertemukan kepentingan politik dari semua pihak, RI dan GAM, dalam membangun masa depan Aceh,” kata Saiful Bahri

“Untuk itu, bersama-sama dengan pimpinan dan anggota DPR Aceh lainnya, kami akan terus bekerja untuk mewujudkan efektivitas pelaksanaan Undang-Undang No.11/2006 di masa depan,” tutup Tgk Adek. []