Orinews.id|Banda Aceh – Hari Pers Nasional (HPN) diselenggarakan setiap tanggal 9 Februari bertepatan dengan Hari Ulang Tahun Persatuan Wartawan Indonesia (PWI).
Hal ini didasarkan pada penetapan Hari Pers Nasional yang secara legalitas diatur dalam Keputusan Presiden (Keppres) RI No. 5 tahun 1985 dan ditandatangani oleh Presiden Soeharto pada tanggal 23 Januari 1985.
Adapun, untuk perayaan Hari Pers Nasional 2023 ini mengangkat tema “Pers Bebas Demokrasi Bermartabat”, di mana peringatan ke-28 ini diselenggarakan terpusat di Medan, Sumatra Utara pada Kamis (9/2/2023).
Lantas, bagaimana sejarah dan perkembangan pers di Indonesia?
Awal Mula Kebangkitan Pers
Lahirnya Boedi Oetomo pada 20 Mei 1908 telah merangsang ide-ide pergerakan modern. Salah satunya, dengan menjadikan surat kabar atau majalah sebagai sarana komunikasi yang utama untuk memantapkan kebangkitan nasional dalam rangka mencapai cita-cita perjuangan.
Karena itu, dalam jangka waktu yang relatif pendek, di awal tahun 1920, telah tercatat sebanyak 400 penerbitan dalam berbagai corak di banyak kota di seluruh Indonesia.
Seperti masyarakat pergerakan politik lainnya, para wartawan tidak ketinggalan membentuk perkumpulan sendiri sebagai wadah persatuan dan advokasi pers nasional.
Organisasi wartawan Indonesia pertama didirikan bagi kepentingan perjuangan dan profesi adalah Inlandsche Joernalisten Bond (IJB). Perintisnya adalah pemimpin redaksi berkala Sarotomo, yang terbit di kota Surakarta dan tokoh Sarekat Islam bernama Sumarko Kartodikromo.
Meski begitu, pers tentu pernah mengalami masa-masa sulit, salah satunya saat Jepang melancarkan pendudukan militer atas Indonesia sejak 1942, peraturan militer Jepang tersebut mematikan koran-koran pergerakan atau mengubahnya dengan nama lain dan diawasi secara ketat oleh polisi militer Jepang.
Adapun, usai momen masa Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, , kedudukan dan peranan wartawan mempunyai arti strategik sendiri dalam upaya lanjutan demi mewujudkan cita-cita kemerdekaan. Alhasil, wartawan Indonesia nyatanya masih melakukan peran ganda mereka sebagai aktivis pers sekaligus aktivis politik.
Sejarah Lahirnya PWI Awal Mula Hari Pers Nasional
Peran serta perjuangan wartawan dan pers Indonesia kemudian memperoleh wadah dan media dalam lingkup nasional dengan berdirinya organisasi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) pada tanggal 9 Februari 1946.
Lalu, pada Kongres PWI ke 28 di Padang 1978 yang dihadiri banyak tokoh-tokoh pers, tercetuslah isu soal Hari Pers Nasional, di mana Raden Mas Djokomono Tirto Adhi Soerjo menjadi salah satu tokoh perintis pers nasional.
Setelah kongres di Padang, tepatnya tujuh tahun kemudian, tanggal 9 Februari ditetapkan sebagai Hari Pers Nasional, bersamaan dengan penanda lahirnya PWI.
Penetapan Hari Pers Nasional yang jatuh pada 9 Februari diatur berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 5 Tahun 1985 oleh Presiden Soeharto pada tanggal 23 Januari 1985. Dalam Keppres tersebut dituliskan bahwa pada 9 Februari ditetapkan sebagai Hari Pers Nasional.
Kini nama Raden Mas Djokomono Tirto Adhi Soerjo telah dikenal sebagai Bapak Perintis Jurnalistik Nasional lantaran jasanya sebagai perintis jurnalistik nasional.
Beberapa Tokoh Pers di Indonesia
1. Tirto Adhi Soerjo (1880-1918)
Raden Mas Djokomono alias Tirto Adhi Soerjo banting setir dari dokter menjadi jurnalis dan menulis untuk surat kabar Hindia Olanda.
Tirto kemudian mendirikan surat kabar Soenda Berita pada 1903. Sempat dibuang ke Pulau Bacan pada 1904 hingga 1906, Tirto mendirikan Medan Prijaji di Bandung. Surat kabar ini dianggap surat kabar pertama yang menggunakan Bahasa Indonesia (Melayu saat itu) dan memperkerjakan pribumi.
Dalam sejarah, Medan Prijaji dan berbagai tulisan Tirto dianggap sebagai salah satu landasan pers modern Indonesia dan bahan bakar api semangat kemerdekaan Indonesia.
2. Tan Malaka (1897-1949)
Tan Malaka adalah sosok lainnya dalam sejarah pers Indonesia Sebagai seorang jurnalis yang sempat menjadi guru, Tan Malaka aktif menunjukkan kesenjangan antara kaum kapitalis dan pekerja, seperti mengekspos penderitaan para kuli perkebunan teh lewat tulisan kepada Sumatera Post.
3. Mohammad Hatta (1902-1980)
Sebagai sosok proklamator Indonesia, Mohammad Hatta juga memiliki sejarah jurnalistik. Pada awal 1930an, saat masih mengejar pendidikan di Belanda, Hatta menuliskan berbagai artikel. Tulisan Hatta saat itu sangat terkenal dengan analisis kritisnya mengenai pertarungan kekuasaan dan edukasi rakyat Indonesia tidak memihak baik pada Barat atau pada Jepang.
4. Herawati Diah (1917-2016)
Google Doodle juga sempat menghadirkan sosok wartawan senior sekaligus tokoh pers Indonesia Herawati Diah. Dirinya mengawali karir jurnalistiknya saat masih bersekolah di Amerika Serikat (AS). Sambil menyelesaikan studi, Herawati mengirimkan tulisannya ke Doenia Kita, majalah yang didirikan ibunya.
Pulang ke Indonesia pada 1942, Herawati bekerja sebagai wartawan lepas di United Press International (UPI) dan menjadi penyiar radio hosokyoku ().
Bersama sang suami, Diah mendirikan harian Merdeka dan The Indonesian Observer, pelopor surat kabar berbahasa Inggris pertama di Indonesia.
Bahkan, sosoknya juga telah memperjuangkan hak-hak perempuan Indonesia, di mana Herawati ikut dalam mendirikan Komnas Perempuan.
5. Jakop Oetama (1931-2020)
Jakob Oetama merupakan seorang jurnalis senior Indonesia yang dikenal sebagai pendiri sekaligus pemilik beberapa kelompok usaha Kompas Gramedia Grup. Jakob Oetama lahir di Borobudur, Magelang pada 27 September 1931.
|Sumber: bisniscom