JAMPIDUM Setujui Penghentian 2 Kasus di Kejati Aceh dengan Restorative Justice

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

Orinews.id|Banda Aceh – Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAMPIDUM) menyetujui Penghentian Penuntutan 2 kasus dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh melalui Restorative Justice dari pada Senin, 30 Januari 2023.

Persetujuan tersebut terlaksana setelah dilakukan Ekpose secara Video Conference di ruang rapat Kajati Aceh yang dihadiri langsung oleh Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Aceh Bambang Bachtiar, S.H.,M.H. Asisten Tindak Pidana Umum, Kepala Seksi Oharda serta Kepala Kejaksaan Negeri Gayo Lues, dan Kepala Kejaksaan Negeri Aceh Aceh Tenggara.

Dalam keterangannya, Kajati Aceh melalui Plh. Kasi Penkum Kejati Aceh, Ali Rasab Lubis, SH menyebutkan kedua kasus tersebut yaitu pertama di Kejaksaan Negeri (Kejari) Gayo Lues, dengan tersangka An. Asmaini alias Semaini Binti Eman, Pasal yang disangkakan yakni pasal 351 ayat (1) KUHPidana. Dan kedua di Kejari Aceh Tenggara, dengan tersangka An. Hendra Tadarus Bin Alm. Bachtiar, pasal yang disangkakan yakni Pasal 44 ayat (1) UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

“Setelah dilakukan pemaparan tersebut JAMPIDUM menyetujui untuk menghentikan penuntutan kedua perkara tersebut dan memerintahkan kepada Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan surat ketetapan penghentian penuntutan (SKP2) berdasarkan keadilan restorative sesuai dengan Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran Jampidum Nomor 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan berdasarkan Keadilan Restorative sebagai perwujudan kepastian hukum,” sebutnya.

Lebih lanjut, Ali menjelaskan kedua perkara tersebut dapat dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restorative Justice dengan alasan para tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, ancaman tidak lebih dari 5 tahun dan tersangka telah mengakui kesalahannya dan telah pula meminta maaf kepada korban dan korban telah memaafkan tersangka dan tidak akan menuntut kembali,” sebutnya.

“Kemudian perdamaian antara para pelaku dan korban diketahui tokoh masyarakat di lingkungannya sebagai upaya penghentian penuntutan karena adanya perdamaian mendapatkan respon positif dari masyarakat,” tutupnya.

|Editor: Awan